18 Contoh Narrative Text Beserta Artinya Terbaru
Rabu, 25 Januari 2017
Edit
18 Contoh
Narrative Text Beserta Artinya Terbaru – Sobat berbahasainggris.com pada kesempatan ini kita akan membicarakan
berbagai hal terkait dengan teks narrative. Diskusi kita tentang narrtive text
ini meliputi pengertian narrative text dalam bahasa Inggris dan
terjemahannya, narrative
text definition, generic
structure of narrative text,
serta yang paling utama adalah contoh narrative text beserta artinya yang berbentuk legend, fable, mulai
dari yang panjang sampai yang paling pendek / singkat. Contoh-contoh berikut
kami himpun dari contoh-contoh terbaru dari narrative teks yang tentunya belum
banyak pembaca temui sebelumnya. Jadi contoh-contoh berikut memang sangatlah
cocok untuk Anda pakai dalam mengerjakan tugas khusunya atau mempelajari bahasa
Inggris umumnya.
Kumpulan Contoh Narrative Text Legend
The
Origin of The Name “Singapore”
A hundred years ago there lived a king
named Nila Utama, King of Srivijaya. One day, the king went sailing accompanied
by his loyal bodyguards. Along the way, the hurricane came. The guards begged
the king to cancel his plan. "Sir, it is dangerous if we continue the
journey with this condition. It's better if we stop first to a safer place. If
I am not mistaken, there is a place nearby here named Tumasik Island. “What if
we stay there while waiting for a safer condition?" Said the captain of
the ship. The king approved this opinion. Their boat was docked to Tumasik
Island shortly afterwards.
Arriving on the island, King and
several bodyguards left the ship and looked around the island. When they're
looking around, suddenly an animal which was not far from them flashed. The
king was surprised and fascinated. The beast was so huge, looked dashing, and
was golden in color." What creature was that?" Asked the King to his
guards. "If i am not mistaken, people call it “Singa”, your majesty," one of his bodyguards replied.
"What?" Asked the King to clarify. “Singa” replied the guard.
The king then asked more explanation
about the animal. Attentively, The King listened to all explanations from his
bodyguard about the animal. "Then, we give the name of this place “Singapore”.”Meaning: The City of Lion
which is derived from malay “Singa” (lion) and “Pura / Pore” (City)".
Since that time the town was named Singapore.
Asal
Nama Singapura
Ratusan tahun yang lalu
hiduplah seorang raja bernama Nila Utama, Raja Sriwijaya. Pada suatu hari, Raja
pergi berlayar ditemani pengawal-pengawal setianya. Di tengah perjalanan, angin
topan datang. Para pengawal memohon agar raja membatalkan niatnya. “Tuan,
sungguh berbahaya jika kita meneruskan perjalanan dengan kondisi
seperti ini. Lebih baik jika kita singgah dulu ke tempat yang lebih aman. Kalau
hamba tak keliru, ada tempat terdekat dari sini yang bernama Pulau Tumasik.
Bagaimana jika singgah di sana sembari menunggu kondisi
yang lebih aman?”
kata kapten kapal. Raja menyetujui pendapat tersebut. Perahu mereka pun merapat
ke Pulau Tumasik tak lama setelah itu.
Sesampainya di pulau
tersebut, Raja dan beberapa pengawalnya meninggalkan kapal dan berkeliling
melihat-lihat pulau tersebut. Saat mereka sedang melihat-lihat sekeliling, tiba-tiba
seekor binatang berkelebat tak jauh dari tempat mereka. Raja terkejut dan
terpukau. Binatang itu sanagat besar, tampak gagah, dan berwarna keemasan.
“Mahluk apakah itu?” tanya sang Raja kepada para pengawalnya. “Kalau hamba tak
salah, orang-orang menyebutnya singa, Yang Mulia,” jawab salah seorang pengawalnya.
“Apa?” tanya sang Raja memperjelas. “Singa” jawab pengawal tadi.
Raja lalu meminta penjelasan
lebih banyak tentang biantang tersebut. Dengan penuh perhatian, Raja
mendengarkan semua penjelasan pengawalnya tentang binatang itu. “Kalau begitu,
kita beri nama tempat ini Singapura. Artinya: Kota Singa yang diperoh dari bahasa melayu “Singa” dan “Pura”. Sejak saat itulah kota
itu bernama Singapura.
Roro Jonggrang
In
ancient times, there were two neighboring kingdoms in Central Java. The
kingdoms were the Penging kingdom and the Baka kingdom. Pengging was fertile
and prosperous kingdom, ruled by Prabu Damar Maya. His son was Raden Bandung
Bondowoso (Bandawasa) who was mighty and powerful. While the Baka kingdom ruled
by a man-eating giant named King Baka.
To
expand the kingdom, King Baka combated Pengging kingdom causing many people
killed and lost their wealth. In order to end the war, Prabu Damar Maya sent
his son to fight King Baka. Because of his power, Bondowoso managed to kill
King Baka.
Despite
coming from a race of giants, King Baka had a beautiful daughter named Rara
Jonggrang. One day, Rara Jongrang was proposed by Bandung Bandawasa who met her
when the war happened. Knowing the fact that he had killed her father, Roro
Jonggrang didn’t want to marry him. But Bandung Bondowoso still needed to marry
her, whatever the obstacles would be. Then, to challenge him Ratu Baka gave a
task to Bandung Bandawasa. Ratu Baka told that he had to make 1000 temples in
one night before he could marry to Roro Jonggrang.
Bandung
Bandawasa then called the genies to help him and he made the temples in
unbelievable speed. Roro Jonggrang saw that the task was almost completed, so
she ordered her servants to help her hit the rice puncher and made the sounds
of cooking. These actions made the genies think that morning had come so they
run away as soon as possible. Bandung Bandawasa was angry with Roro Jonggrang.
He already finished 9999 temples, and when he was building the 1000th
temple, he cursed Roro Jonggrang into a stone statue to fill the 1000 temples.
Roro
Jonggrang
Pada jaman dahulu terdapat
dua kerajaan yang bertetangga di Jawa Tengah. Kerajaan tersebut adalah kerajaan
Pengging dan kerajaan Baka. Pengging adalah kerajaan yang subur dan makmur,
dipimpin oleh Prabu Damar Maya. Ia berputra Raden Bandung Bondowoso (Bandawasa)
yang gagah perkasa dan sakti. Sedangkan kerajaan Baka dipimpin oleh raksasa
pemakan manusia bernama Prabu Baka.
Untuk memperluas kerajaan,
Prabu Baka memerangi kerajaan Pengging yang mengakibatkan banyak rakyat
Pengging tewas dan kehilangan harta benda. Untuk mengakhiri perang, Prabu Damar
Maya mengirimkan putranya untuk menghadapi Prabu Baka. Karena kesaktiannya,
Bandung Bondowoso berhasil membunuh Prabu Baka.
Meskipun berasal dari ras
raksasa, Prabu Baka memiliki seorang putri cantik bernama Rara Jonggrang. Suatu
hari, Rara Jongrang dilamar oleh Bandung Bandawasa yang melihatnya saat perang
terjadi. Mengetahui fakta bahwa ia telah membunuh ayahnya, Roro Jonggrang tidak
mau menikah dengannya. Tapi Bandung Bondowoso masih tetap ingin menikahinya,
apa pun rintangan yang ada. Kemudian, untuk menantangnya Ratu Baka memberi persyaratan
ke Bandung Bandawasa. Ratu Baka diberitahu bahwa ia harus membuat 1000 candi
dalam satu malam sebelum ia bisa menikah dengan Roro Jonggrang.
Bandung Bandawasa kemudian
memanggil jin untuk membantunya dan dia membuat candi dengan kecepatan luar
biasa. Roro Jonggrang melihat bahwa tugas itu hampir selesai, jadi dia
memerintahkan pelayannya untuk membantunya memukul tempat menaruh beras dan
membuat suara memasak. Tindakan-tindakan ini membuat jin berpikir pagi telah
datang sehingga mereka lari secepat mungkin. Bandung Bandawasa marah dengan
Roro Jonggrang. Dia sudah menyelesaikan 9999 candi, dan ketika ia membangun
candi ke 1000, ia mengutuk Roro Jonggrang menjadi patung batu untuk mengisi
candi ke 1000.
Origin of the Snail House
In
ancient times, the snails did not bring their home anywhere. In the beginning,
snails lived in an abandoned bird's nest in the trees. The night was warm and
the day was cool because the leaves shaded the nest where the snails lived. But
when the rains came, the leaves could no longer block the rain that fell.
Snails caught cold and wet when the rainy season arrived.
Then
the snails moved into the holes in the trunks of trees. When the day was hot,
the snails were well protected, even if it rained. It looked like that I had
found a suitable home for me, the snail said in his heart.
But
on a sunny day, there came a woodpecker. Tok..tok ... tok ... woodpecker kept
pecking the trunks where the snails lived. Snails became very distracted and
could not sleep. With annoyed heart, snails went out of the hole in the trunk
and looked for a place to stay next. Snails found a hole in the ground, which
seemed to be warm when the night came, thought snails. Snails cleaned up those
holes and decided to stay in it. But it turned out when the night came. The
rats came from all directions to damage the hole. Again and again, the snails
had to leave the hole to find a new home.
Snails
then moved on to the edge of the beach filled with coral reefs. He thought that
the sidelines of the corals might be his home. Snails could take a rest
peacefully in this place. But when the tide rose up to the top of the rock,
snail was swept away along with the surge of the waves. As usual, the snails
had to go away to find a new home. When he was walking away from the beach, the
snail found an empty shell. This shape
was beautiful and very light. Being tired and cold, snails went into the shell.
Snails felt warm and comfortable then he slept in it.
When
the morning came, snails realized that he had found the best home for himself.
He did not need to go home in hurry if it rained. He also would not get heat
anymore, and no one would bother him. He then brought it home with him wherever
he went.
Asal
Mula Rumah Siput
Pada zaman dahulu, siput tidak membawa rumahnya kemana-mana. Awalnya
siput tinggal di sarang burung yang sudah ditinggalkan induk burung di atas
pohon. Malam terasa hangat dan siang terasa sejuk karena daun-daun menaungi
sarang tempat siput tinggal. Tetapi ketika musim hujan datang, daun-daun itu
tidak bisa lagi menghalangi air hujan yang jatuh. Siput menjadi basah dan
kedinginan saat musim hujan tiba.
Kemudian siput pindah ke
dalam lubang yang ada di batang-batang pohon.
Jika hari panas, siput terlindung dengan baik, bahkan jika hujan turun.
Sepertinya aku menemukan rumah yang cocok untukku, kata si
siput dalam hati.
Tetapi pada
suatu hari yang cerah, datanglah burung pelatuk. Tok..tok…tok…burung pelatuk
terus mematuk batang pohon tempat siput tinggal. Siput menjadi terganggu dan
tidak bisa tidur. Dengan hati jengkel, siput keluar dari
lubang yang ada di batang pohon tersebut dan mencari tempat tinggal
selanjutnya. Siput menemukan sebuah lubang di tanah, yang nampaknya hangat jika
malam datang, pikir siput. Siput membersihkan lubang tersebut dan memutuskan
untuk tinggal di dalamnya. Tetapi ternyata ketika malam datang,
tikus-tikus datang dari segala arah merusak rumah siput. Lagi dan lagi, siput harus pergi meninggalkan lubang
itu untuk mencari rumah baru.
Siput kemudian berjalan
terus sampai di tepi pantai yang penuh dengan batu karang. Ia berfikir sela-sela batu karang
mungkin
dapat menjadi rumahnya. Siput pun dapat
beristirahat dengan tenang di tempat tersebut. Tetapi ketika air laut
pasang dan naik sampai ke atas batu karang, siput ikut tersapu bersama dengan derasnya
ombak tersebut. Seperti
biasa,
siput harus kembali pergi mencari rumah baru. Ketika ia sedang
berjalan meninggalkan pantai, si siput menemukan sebuah
cangkang kosong, bentuknya cantik dan sangat ringan. Karena lelah dan
kedinginan, siput masuk ke dalam cangkang tersebut. Siput merasa hangat dan
nyaman lalu tertidur di dalamnya.
Ketika pagi tiba,
siput menyadari telah menemukan rumah terbaik untuknya. Ia
tidak perlu lagi cepat-cepat pulang jika hujan turun.
Ia juga tidak akan kepanasan lagi, dan tidak
ada yang akan mengganggunya. Ia kemudian membawa rumah ini bersamanya
kemanapun ia pergi.
The Origin of The Name “Balikpapan City”
According
to folklore handed down from generation to generation among the people of East
Kalimantan, since the 1700's the land of sand had already existed a system of
royal government which were very organized. Under the reign of the kingdom, the
people lived in prosperity. The kingdom led by a Sultan named Sultan Aji
Muhammad. Sultan Aji Muhammad had a daughter named Aji Tatin. Then the daughter
got married to the King of Kutai. To his father, Aji Tatin asked a legacy for
her future. Sultan Aji Muhammad then gave the bay area which had not been
named.
One
day, when the people assigned to collect tribute to Aji Tatin were riding the
boat, a powerful hurricane came. Tributes from the people which they were
carrying out at that time were in form of boards which were in huge amounts.
Feeling unable to fight the storm, the rowers of the boat tried to move closer
to the beach. However, since the waves were very large and the storm, the boat
slammed into a reef. Tools for rowing were broken and the boat sank. The
commander who led the group and all of his men died.
Thus,
according to the legend or folklore from East Kalimantan, “Balikpapan” name was
taken from an incident when the boat containing the boards was upside down
because of the storm. While coral island which was hit by the boat until
drowned is called “Pulau Tukung” now.
Asal
Muasal
Nama “Kota
Balikpapan”
Menurut cerita rakyat yang
diceritakan secara turun temurun di kalangan masyarakat Kalimantan Timur, sejak
tahun 1700 an di tanah Pasir sudah ada sistem pemerintahan kerajaan yang sangat
teratur. Di bawah pemerintahan kerajaan tersebut, rakyat hidup sejahtera. Kerajaan tersebut dipimpin oleh seorang Sultan bernama
Sultan Aji Muhammad. Sultan Aji Muhammad mempunyai
seorang putri bernama Aji Tatin. Kemudian Putri tersebut menikah
dengan Raja Kutai. Kepada ayahnya, Aji Tatin meminta warisan untuk masa
depannya. Sultan Aji Muhammad kemudian memberikan wilayah teluk yang saat itu
belum diberi nama.
Pada suatu hari, ketika
orang-orang yang bertugas mengumpulkan upeti untuk Aji Tatin sedang naik
perahu, datanglah angin topan yang dahsyat. Upeti dari rakyat yang sedang
mereka bawa saat itu berupa papan yang sangat banyak. Karena merasa tidak mampu
untuk melawan badai, para pendayung perahu tersebut berusaha merapat ke pantai.
Namun, karena gelombang yang sangat besar dan angin topan tersebut, perahu pun
terhempas ke sebuah karang. Alat untuk mendayung pun patah dan perahu pun
karam. Panglima yang memimpin rombongan tersebut dan semua anak buahnya
meninggal.
Jadi, menurut legenda atau
cerita rakyat Kalimantan Timur ini, nama Balikpapan diambil dari kejadian saat
perahu yang berisi papan terbalik karena diterpa badai. Sedangkan pulau karang
yang tertabrak oleh perahu hingga karam kini dinamakan Pulau Tukung.
The Origin of Lightening
Once
upon a time fairies and humans lived together peacefully. One day, Mekhala, a
beautiful and clever elf, studied at Shie, a great hermit. Besides Mekhala,
Master Shie also had a male student named Ramasaur. In the process of learning,
the boy always envied Mekhala because Mekhala was very clever. But Master Shie
still loved both of his students without favoritism.
One
day Guru Shie called and said to them, "Tomorrow, give me a cup full of
dew. Who is faster to get it, so it will be lucky for him/her. The dew will be
turned into a gem, who can grant every request. "Mekhala and Ramasaur
stunned for a moment to hear the command. Ramasaur imagined he would ask for
wealth and luxury after completing the task so that he could become the richest
man in the country. However Mekhala just thought out loud. Getting a cup of dew
in a short time is certainly not easy, Mekhala muttered in her heart.
The
next day, early in the morning, the disciples had been in the woods. Ramasaur
pulled weeds and other small plants sloppily. But the result was disappointing.
Dew that exists in plants was always spilled before it was poured into the cup.
Instead, Mekhala absorbed the moisture with a soft cloth very carefully. She
slowly squeezed the cloth and then inserted it into the cup. The result was
very encouraging. Soon her cup had been filled up with dew. Mekhala saw Master
Shie soon and gave his work.
Master
Shie received it joyfully. Mekhala was indeed a clever pupil. As promised, Master
Shie transformed it into a gem as big as a thumb. "If you want something,
take up this gem equally to the forehead. Then say whatever you want,"
Professor Shie said. Mekhala did whatever the teacher had taught, then called
her wishes. Instantly, Mekhala were in the blue sky. She hovered like an eagle
who was so beautiful.
Meanwhile,
only at dusk Ramasaur managed to get a cup of dew. The result was not as clear
as that was collected by Mekhala. Then, Ramasaur handed the cup dew on Master
Shie hastily. "Although you are not quicker than Mekhala, you will still
get a gift on your effort," Master Shie said while handing a magic axe
made of silver. When the axe was thrown to the object, even a mountain could be
destroyed.
In
fact, Ramasaur abused the axe. He was very jealous of the Mekhala that could
hover in the sky so beautifully. Ramasaur immediately threw the axe toward
Mekhala. Knowing there would be danger threatens, Mekhala fend off the axe with
the gem. The result was a violent clash and blinding light in the sky. The
clash continues until today, in form of a deafening explosion. People refer it
as "thunder".
Asal
Mula Guntur
Dahulu kala peri dan
manusia hidup bersama dengan damai. Suatu hari,
Mekhala, si peri cantik dan pandai, berguru pada Shie, seorang pertapa sakti.
Selain Mekhala, Guru Shie juga mempunyai seorang murid laki-laki bernama
Ramasaur. Dalam proses belajar, murid laki-laki ini selalu iri pada Mekhala
karena Mekhala sangatlah pandai. Namun Guru Shie tetap menyayangi kedua
muridnya tanpa pilih kasih.
Suatu hari Guru Shie
memanggil dan berkata kepada mereka, “Besok, berikan aku secawan penuh air
embun. Siapa yang lebih cepat mendapatkannya, maka akan beruntunglah dia. Embun
itu akan kuubah menjadi permata, yang bisa mengabulkan segala permintaan.”
Mekhala dan Ramasaur tertegun sejenak mendengar perintah itu. Terbayang oleh
Ramasaur ia akan meminta harta dan kemewahan setelah menyelesaikan tugas
tersebut sehingga ia bisa menjadi orang terkaya di negerinya. Namun Mekhala
justru berpikir keras. Mendapatkan secawan air embun dalam waktu yang singkat
tentulah tidak mudah, gumam Mekhala di dalam hati.
Keesokan harinya, pagi-pagi
sekali, kedua murid itu telah berada di hutan. Ramasaur mencabuti rumput dan
tanaman kecil lainnya dengan ceroboh. Tetapi hasilnya sangat mengecewakan. Air
embun yang ada pada tumbuhan-tumbuhan tersebut selalu tumpah sebelum dituang ke
cawan. Sebaliknya, Mekhala menyerap embun dengan sehelai kain lunak dengan
sangat hati-hati. Perlahan diperasnya kain tersebut lalu dimasukan ke cawan.
Hasilnya sangat menggembirakan. Tak lama kemudian cawannya telah penuh terisi
embun. Mekhala segera menemui Guru Shie dan memberikan hasil kerjanya.
Guru Shie menerimanya
dengan gembira. Mekhala memang murid yang cerdik. Seperti janjinya, Guru Shie
mengubah embun itu menjadi sebuah permata sebesar ibu jari. ” Jika kau
menginginkan sesuatu, angkatlah permata ini sejajar dengan keningmu. Lalu
ucapkan apapun keinginanmu,” ujar Guru Shie. Mekhala mengerjakan apa saja yang
diajarkan gurunya, lalu menyebut keinginannya. Dalam sekejap Mekhala telah
berada di langit biru. Melayang-layang seperti seekor rajawali yang indah
sekali.
Sementara itu, baru pada
senja hari Ramasaur berhasil mendapat secawan embun. Hasilnya pun tidak
sejernih yang dikumpulkan oleh Mekhala. Kemudian, Ramasaur menyerahkan secawan
embun tersebut pada Guru Shie dengan tergopoh-gopoh. “Meskipun kalah cepat dari
Mekhala, kau akan tetap mendapat hadiah atas jerih payahmu,” kata Guru Shie
sambil menyerahkan sebuah kapak sakti yang terbuat dari perak. Bila kapak itu
dilemparkan ke sasaran, gunung pun bisa hancur.
Ternyata Ramasaur
menyalahgunakan kapak itu. Ia sangat iri melihat Mekhala yang bisa
melayang-layang di angkasa dengan begitu indahnya. Ramasaur segera melemparkan
kapak itu ke arah Mekhala. Karena mengetahui akan ada bahaya mengancam, Mekhala
menangkis kapak itu dengan permatanya. Akibatnya terjadilah benturan dahsyat
dan cahaya yang sangat menyilaukan di angkasa. Benturan itu terus terjadi
hingga saat ini, berupa gelegar yang memekakkan telinga. Orang-orang
menyebutnya sebagai “guntur”.
Cerita Rakyat Narrative (Legenda Asal Lampung)
The origins of Lampung City
In
ancient times there were four brothers called Ompung Silamponga, Ompung
Silitonga, Ompung Silatoa, and Ompung Sintalaga who tried to escape from
Tapanuli to the southeast. They crossed the ocean by using rafts. Then, they
had been bobbing aimlessly on the sea for a couple of days so that their food
supplies dwindled. Once in a while, when they discovered a land, they stopped
to look for food and then continued the voyage.
Once,
Ompung Silamponga fell ill. His condition was deteriorating day by day.
However, he remained determined to continue the journey. Meanwhile, his three
brothers were so tired that he decided to stop sailing.
Suddenly,
a raft appeared while bobbing near their raft. The three siblings who were
healthy decided to separate ompung Silamponga. They carried his brother who was
seriously ill carefully to their newfound raft and pushed, so that it was drifted
away from them.
Ompung
Silamponga was bobbed alone with his raft. His body became weak. After a long
time had been bobbing, his raft then hit a hard object. Then Ompung Silamponga
was awakened. He found himself already stranded on a beautiful beach whose
waves were not so huge. Somehow he felt that his body became stronger and
healthier. He then walked down the beach. He found a stream with clear water
around the coast. Then Ompung Silamponga thought to live in that area.
After
some time living in that area, Ompung Silamponga got bored. Then, he went to
explore the island. Ompung Silamponga explored a dense forest near the island.
Finally, he arrived at the top of a hill with beautiful views. Then he could
also know that there were people living at the foot of the hill. With a feeling
of joy, unconsciously he shouted loudly, "Lappung! Lappung! Lappung!"
(In Tapanuli language, lappung means “Wide”).
Shortly
after that, Ompung Silamponga went down from the top of the hill and opened a
new settlement there. He gave the place a name "Lappung". In fact, a
group of people who lived so left behind stayed also around the place. Ompung
Silamponga established good relations with the indigenous population. The
longer the area was, it developed more. Ompung Silamponga spent his life there
until death.
“Lampung”
is recognized to be derived from two things. First, from the words shouted by
Ompung Simaponga on the hill when it was first discovered that area. Second,
from a part of Ompung Silamponga name.
Asal
Usul Kota Lampung
Pada zaman dahulu ada empat
bersaudara bernama Ompung Silamponga, Ompung Silitonga, Ompung Silatoa, dan
Ompung Sintalaga yang berusaha pergi menyelamatkan diri dari Tapanuli ke arah
tenggara. Mereka menyeberangi lautan dengan menggunakan rakit. Kemudian mereka
terombang-ambing tanpa arah di tengah laut berhari-hari sehingga persediaan
makanan yang semakin menipis. Sesekali ketika menemukan daratan, mereka singgah
untuk mencari bahan makanan dan kembali melanjutkan pelayaran.
Suatu ketika, Ompung Silamponga
jatuh sakit. Kondisinya semakin memburuk hari demi hari. Namun, ia tetap
bertekad meneruskan perjalanan. Sementara itu, kedua saudaranya telah begitu
letih sehingga memutuskan untuk berhenti berlayar.
Tiba-tiba, terlihat sebuah
rakit terombang-ambing di dekat rakit mereka. Ketiga bersaudara yang sehat itu
memutuskan untuk berpisah dengan Ompung Silamponga. Mereka menggotong
saudaranya yang sedang sakit parah tersebut dengan hati-hati ke rakit yang baru
mereka temukan dan mendorongnya, sehingga terbawa arus menjauh dari mereka.
Ompung Silamponga
terombang-ambing sendiri dengan rakitnya. Tubuhnya menjadi semakin lemah
sekali. Setelah sekian lama terombang-ambing, rakitnya kemudian menghantam
sebuah benda keras. Ompung Silamponga kemudian terbangun. Ia mendapati dirinya
sudah terdampar di sebuah pantai indah yang ombaknya tidak begitu besar. Entah
mengapa ia merasakan tubuhnya menjadi kuat dan sehat. Ia lalu berjalan
menyusuri pantai tersebut. Ia menemukan sebuah sungai dengan air yang jernih di
sekitar pantai tersebut. Kemudian Ompung Silamponga pun berpikir untuk tinggal
di daerah itu.
Setelah beberapa waktu
tinggal di daerah itu, Ompong Silamponga merasa bosan. Lalu, ia pergi
menjelajahi pulau tersebut. Ompong Silamponga menjelajahi sebuah hutan lebat di
dekat pulau tersebut. Akhirnya, sampailah ia di sebuah puncak bukit dengan
pemandangan yang sangat indah. Kemudian Ia juga bisa mengetahui bahwa ada
penduduk yang tinggal di kaki bukit tersebut. Dengan perasaan gembira, tanpa
sadar ia pun berteriak dengan keras, "Lappung! Lappung! Lappung!"
(Dalam bahasa Tapanuli, lappung berarti luas).
Tak lama setelah itu,
Ompung Silamponga turun dari bukit dan membuka perkampungan baru di sana. Ia
memberi nama tempat tersebut “Lappung”. Ternyata di sekitarnya, tinggal juga
sekelompok penduduk yang hidup sangat terbelakang. Ompung Silamponga menjalin
hubungan baik dengan penduduk asli tersebut. Semakin lama daerah itu semakin
berkembang. Ompung Silamponga menghabiskan hidupnya disana sampai meninggal
dunia.
Nama Lampung diakui berasal
dari dua hal. Pertama, dari kata-kata yang diteriakkan Ompung Simaponga di atas
bukit ketika pertama kali menemukan daerah itu. Kedua, berasal dari sebagian
nama Ompung Silamponga.
Origin of Kota Bumi Lampung
In
the past, in North Lampung region, there lived a king named Tutur Jimat ruling
justly and wisely. Tutur Jimat was one of the descendants of the Queen Darah
Putih. Because of his age, he intended to hand over the power to his eldest son
named Paniakan Dalem. After receiving the mandate as his father's successor,
Paniakan Dalem ruled kingdom justly and wisely. People lived peacefully,
quetly, and prosperously.
Shortly
after that, Paniakan Dalem married and endowed a son named Muhammad. The more
prosperous the kingdom was, the more descendants of Quen Darah Putih were
there. Paniakan Dalem started thinking about a way in order that royal
descendants can always remember their ancestors.
Until
one day, the Prince came to. He said, "Dad, I want to ask, who “Kuto Bumi”
is ?" The King replied, "Kuto Bumi” is our ancestor. She was a queen
who ruled this area in the past. We are all his descendants. From whom did you
hear that name?"
"Here,
Dad, when I was hunting and came to a village. People there introduced
themselves and said that they are the descendants of “Kuto Bumi”. Why do not we
call it the area with Kuto Bumi, Father? Thus, all people from this area can
always remember their ancestors” said Muhammad. Paniakan Dalem was so delighted
to hear what his son has said. He agreed to change the name of the area into
“Kuto Bumi”.
As
the time went by, the name "Kuto Bumi" becomes "Kotabumi"
which is now the capital city of North Lampung.
Asal
Mula Kota Bumi Lampung
Di masa lalu,
di wilayah Lampung Utara, hiduplah seorang raja bernama Tutur Jimat yang
berkuasa dengan adil dan bijaksana. Tutur Jimat adalah salah satu keturunan
dari Ratu Darah Putih. Karena usianya yang sudah tua, ia bermaksud menyerahkan
kekuasaannya kepada anak tertuanya bernama Paniakan Dalem. Setelah menerima mandat
sebagai pengganti ayahnya, Paniakan Dalem memimpin kerajaan dengan adil dan
bijaksana. Rakyatnya hidup damai,tenteram, dan sejahtera.
Tak lama setelah itu,
Paniakan Dalem menikah dan dikarunai seorang putra yang diberi nama Muhammad.
Semakin maju dan berkembang kerajaan tersebut, semakin banyak pula keturunan
Ratu Darah Putih. Paniakan Dalem mulai memikirkan sebuah cara agar keturunan
kerajaan ini dapat selalu mengenang leluhur mereka.
Sampai
suatu ketika, Putra Mahkota datang menghadap. Ia berkata,"Ayahanda, saya
ingin bertanya, siapakah Kuto Bumi itu?" Sang Raja menjawab, "Kuto
Bumi adalah nenek moyang kita. Beliau adalah ratu yang pernah memimpin daerah
ini di masa lalu. Kita semua adalah keturunannya. Dari mana kau dengar nama
tersebut?"
"Begini, Ayahanda,
kala itu aku sedang berburu dan sampailah di sebuah kampung. Orang-orang di
sana memperkenalkan diri mereka dan berkata bahwa mereka adalah keturunan Kuto
Bumi. Bagaimana kalau kita namakan saja daerah ini dengan Kuto Bumi, Ayah?
Dengan demikian, semua orang yang berasal dari daerah ini dapat selalu
mengenang leluhur mereka" kata Muhammad. Paniakan Dalem sanagat gembira
mendengar apa yang telah dikatakan putranya. Ia setuju untuk
mengubah nama daerah tersebut menjadi Kuto Bumi.
Seiring berjalannya waktu,
nama “Kuto Bumi” menjadi “Kotabumi” yang kini menjadi ibu kota Lampung Utara.
Kumpulan Contoh Narrative Text dengan Pelajaran Pesan Moral
The Peasant in Heaven
Once,
there was a poor pious peasant who died and arrived before the gate of heaven.
At the same time a very rich lord came there. They both wanted to get into
heaven.
Then
the heaven’s door keeper came with the key, opened the door, and let the great
man in, but apparently did not see the peasant, and shut the door again.
Then,
the peasant outside heard how the rich man was received in heaven with all
kinds of rejoicing things he got inside the heaven.
At
length all became quiet again, and the heaven’s door keeper came and opened the
gate of heaven, and let the peasant in.
The
peasant, however, expected that they would make music and sing when he went in
to the heaven, but all remained quite and quiet. He was received with great
affection, it is true, and the angels came to meet him, but no music and song
for him.
Then
the peasant asked the heaven’s door keeper how it was that they did not sing
for him as they had done when the rich man went in, and said that it seemed to
him that there in heaven things were done with just as much partiality as on
earth.
Finally,
said the heaven’s door keeper, “by no means, you are just as dear to us as
anyone else, and will enjoy every heavenly delight that the rich man enjoys,
but poor fellows like you come to heaven every day, but a rich man like this
does not come more than once in a hundred years.”
Petani
di Surga
Pada masa lalu, ada seorang
petani miskin yang saleh yang meninggal dan telah tiba di dekat pintu gerbang
surga. Pada saat yang sama seorang tuan yang sangat kaya datang ke sana. Mereka
berdua ingin masuk surga.
Kemudian penjaga pintu
surga datang dengan membawa kunci, membuka pintu, dan membiarkan orang kaya
tadi masuk, tapi tampaknya tidak melihat petani tadi, dan menutup pintu
kembali.
Kemudian, petani yang
berada di luar mendengar bagaimana orang kaya itu diterima di surga dengan
segala macam sukacita yang ia dapatkan di dalam surga.
Akhirnya semua kembali
terdiam, dan penjaga pintu surga datang dan membuka pintu gerbang surga, dan
membiarkan petani itu masuk.
Bagaimanapun, Petani
mengharapkan bahwa mereka akan membuat musik dan bernyanyi ketika ia masuk ke
surga, tapi semua tetap tenang. Dia diterima dengan penuh kasih sayang, itu
benar, dan para malaikat datang menemui dia, tapi tidak ada musik dan lagu
untuknya.
Kemudian petani itu
bertanya kepada penjaga pintu surga itu mengapa mereka tidak bernyanyi untuknya
seperti yang mereka lakukan ketika orang kaya tadi masuk, dan mengatakan bahwa
ia merasa bahwa di surge ada hal-hal yang dilakukan sama pilihkasihnya seperti
yang ada di bumi.
Akhirnya, berkata sang
penjaga pintu surge itu, "tidak berarti begitu, Anda sama disayanginya
oleh kita seperti orang lain, dan akan menikmati setiap kenikmatan surgawi
seperti yang orang kaya tadi nikmati, akan tetapi orang malang seperti Anda
datang ke surga setiap hari, tapi kaya Orang seperti dia tidak datang lebih
dari sekali dalam seratus tahun."
Looking For a Bride
There
was once a young shepherd who wanted very much to marry one of triplets sisters who
were all equally pretty. He found that it was difficult for him to make a
choice, and he could not decide to choose any one of them.
Then
he asked his mother for advice, and she said: “invite all of them, and set some
cheese before them, and watch the way they eat the cheese.”
One
day, the man did what his mom advised. The first girl of the triplets swallowed
the cheese with the rind on. The second girl hastily cut the rind off the
cheese, but she cut it so quickly that she left much good cheese with it and
threw that away also. The third girl peeled the rind off carefully, and cut
neither too much nor too little.
The
shepherd told all these facts to his mother. Considering the facts, his mom
advised to choose the third of the triplets as his wife. The man did what his mom advised and lived
happily with her.
Mencari Seorang
Mempelai Wanita
Di masa lalu, pernah ada seorang penggembala muda yang
sangat ingin menikah dengan salah satu dari tiga saudara kembar perempuan yang
semuanya sama-sama cantik. Ia merasa sulit baginya untuk membuat pilihan, dan
ia tidak bisa memutuskan untuk memilih salah satu dari mereka.
Kemudian ia meminta saran ibunya, dan ibunya berkata:
"Undang mereka semua, dan siapkan beberapa keju untuk mereka, dan lihat
cara mereka memakan keju tersebut"
Suatu hari, lelaki itupun melakukan apa yang ibunya
sarankan. Gadis pertama dari tiga saudara kembar tersebut menelan keju dengan
kulitnya. Gadis kedua buru-buru memotong kulit dari keju, tapi dia memotongnya
sangat cepat sehingga ia meninggalkan banyak keju yang masih bagus dengan kulit
tersbut dan lalu membuangnya juga. Gadis ketiga mengupas kulit keju dengan
hati-hati, dan memotong tidak terlalu banyak atau tidak pula terlalu sedikit.
Gembala tersebut
menceritakan semua fakta ini kepada ibunya. Dengan mempertimbangkan fakta
tersebut, ibunya menyarankan untuk memilih kembar ketiga sebagai istrinya. Pria
itu melakukan apa yang ibunya sarankan dan hidup bahagia dengan dia.
Baca Juga:
17 Contoh Recount Text dan Artinya
20 Contoh Congratulation Card dan Artinya
20 Contoh Announcement Text dan Artinya
64 Contoh Greeting Card dan Artinya
40 Contoh Prosedur Tentang Makanan dan Artinya
23 Contoh Descriptive Text dan Artinya
Baca Juga:
17 Contoh Recount Text dan Artinya
20 Contoh Congratulation Card dan Artinya
20 Contoh Announcement Text dan Artinya
64 Contoh Greeting Card dan Artinya
40 Contoh Prosedur Tentang Makanan dan Artinya
23 Contoh Descriptive Text dan Artinya
Nah, sobat berbahasainggris.com
demikianlah beberapa contoh narrative text legend dari yang paling singkat
hingga yang paling panjang telah kami himpun di sini. Bagi Anda yang masih
ingin melihat koleksi contoh narrative teks yang lain beserta terjemahannya,
berikut kami sajikan contoh-contoh narrative teks yang lain:
Contoh Narrative Text Fable dalam Bahasa Inggris dan Artinya,
The Ginger Bread Man,
Cinderella,
The Princess and The Pea,
Narrative of Grief and Escape,
Jasmine
Contoh Narrative Text Fable dalam Bahasa Inggris dan Artinya,
The Ginger Bread Man,
Cinderella,
The Princess and The Pea,
Narrative of Grief and Escape,
Jasmine